(Tubagus Muhamad Atief – Anak dari Sultan Ageng Tyrtayasa)
Jika mengunjungi Desa Cilenggang, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, orang akan menemukan banyak situs bersejarah peninggalan masa lalu. Sayangnya apresiai pemerintah daerah tidak berbanding lurus dengan apresiasi masyarakat lokal untuk melestarikan keberadaan berbagai situs sejarah. Buktinya, kini situs-situs itu amat memprihatinkan lantaran tidak terawat atau terpelihara. Bahkan situs bersejarah itu seakan bisu, akibat sedikit penduduk lokal yang mampu mengisahkan riwayat sejarahnya. Jika ada, umumnya sudah berusia lanjut dan kurang runtut jika diminta menarasikan hal ihwal sebuah situs. Akibatnya, banyak pengunjung yang kesulitan memahami atau menangkap pesan sejarah di balik situs tersebut.
Di tempat ini, anda pasti akan dibuat kecewa karena tidak banyak penduduk yang mengetahui sejarahnya. Jika ada, narasi yang diberikan sepotong-sepotong dan terkadang kurang rasional karena kental dibumbui unsur mistis ketimbang data rasional.
Kebesaran kerajaan Banten di daerah ini seperti tak punya riwayat, tidak punya narasi arkeologis, kecuali dari narasi lisan dari penduduk sekitar yang sepotong-sepotong. Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus dilakukan masyarakat bersama pemangku kepentingan guna mempertahankan keberadaan situs sejarah itu? Pertanyaan ini menjadi penting diajukan.
Sebagai sebuah narasi sejarah local mutlak diperlukan. Sebab, sejarah tidak hanya memiliki narasi besar (mayor) yang berkisah tentang tokoh-tokoh dengan seluruh tindakan historisnya.
Sejarah, juga mengandung banyak serpihan yang mengandung narasi kecil (minor) tentang bangunan dengan seluruh pernik-perniknya, kisah manusia yang terjadi di dalam kemelut persoalan politik, sosial, budaya, dan hal-hal lain yang layak diketahui sebagai referensi bagi generasi demi generasi. Dalam konteks tersebut, situs-situs bersejarah merupakan tanda yang secara faktual dapat dibaca untuk mengenali sosok sebuah kekuasaan dan tokohnya secara komprehensif.
Selain itu, narasi sejarah lokal juga bisa menjadi sarana rekonstruksi sejarah agar spirit dari situs dan peninggalan sejarah itu, bisa menjiwai masyarakat di sekitarnya. Ketika masyarakat lokal tidak lagi memahami sejarah sebuah situs di daerahnya, maka bisa dipastikan perasaan untuk merawat dan menjaga itu akan hilang. Jangankan merawat, mengunjungi saja mereka enggan. Jika demikian halnya, transformasi nilai historis dan spirit sebuah situs terhadap penduduk lokal, tidak akan terjadi.
Kita tentu tidak ingin satu generasi mendatang, terlepas akar sejarahnya lantaran rusak dan musnahnya situs-situs sejarah. Sebelum terlambat, sudah saatnya pemerintah dibantu masyarakat, melakukan revitalisasi situs dalam bentuk pelesatariannya.
Para pengunjung ingin mengetahui kejayaan perjuangan Islam dan sejarah Kerajaan Banten disini serta perlawanan mereka terhadap penjajah Belanda melalui VOC-nya dimasa lalu bukan hanya dari situs-situs belaka. Mereka butuh narasi yang akan memberikan cara pandang baru, dan rasa ketertarikan lebih dalam tentang kota ini. Ketika ketertarikan itu muncul, mereka tentu akan kembali lagi tidak hanya sendirian, tetapi dengan keluarga dan rekan-rekannya. Sudah pasti, dunia pariwisata Tangerang Selatan pada umumnya dan masyarakat lokal sekitar situs akan diuntungkan.
Akhirnya, sudah saatnya kita membuat narasi sejarah situs-situs peninggalan masa lalu. Selain sebagai sebagai wujud penghargaan, melalui narasi itu kita bisa mengambil hikmah sembari meneruskan perjuangan para pendahulu. " Semoga Bermanfaat untuk anda semua "
beberapa poto poto gapura kramat tajug
kramat tajug terletak diatas, sehingga kita harus naik dahulu melewati jalan dimana kanan kirinya adalah pemakaman.
ini adalah surau dimana makam tubagus atief terdapat di dalamnya.
dan inilah makam beliau
angkutan dari kelideres menuju serpong bisa dibayar seharga rp.8000 turun aja di ujung. sebelum sampe ujung anda akan melewati kramat tajug dan melewati sebuah jembatan. tak jauh maka angkot akan berhenti tujuan terahir. dari situ bisa jalan balik. atau bisa turun langsung begitu melihat kramat tajug.
Ahli Waris Keramat Tajug Minta Perlindungan [Nusantara]
Khawatir Kena Gusur
Ahli Waris Keramat Tajug Minta Perlindungan
Ahli waris Komplek Makam Keramat Tajug, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, mendesak Pemkot agar menjadikannya sebagai situs sejarah.
Bila terlambat diantisipasi, komplek makam itu dikhawatirkan akan terkena pengembangan, seperti terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara baru-baru ini.
Drs H Abdul Muin Basyuni MM Ketua Umum Paguyuban Keluarga Besar Keramat Tajug mengatakan, desakan dari ahli waris dan para peziarah tersebut sudah lama digulirkan. Tetapi pihaknya merasa kesulitan mengingat Kota Tangsel masih dalam masa transisi.
Sebelum adanya pemekaran aspirasi ini sudah kami sampaikan ke Pemkab Tangerang. Namun belum ada tanggapan serius. Sementara pembangunan yang ada di kota ini semakin gencar dan kekhawatiran kian memuncak ketika dua air terjun di Pelayangan juga telah hilang, padahal itu juga merupakan cagar budaya yang diakui Pemkab, kata H Muin, Sabtu (17/4).
Menurut Muin, pengajuan Keramat Tajug sangat beralasan karena di lokasi itu terdapat makam Tb Atief, seorang Panglima Perang Kerajaan Banten pada Pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan segala keterbatasan, Keramat Tajug sudah dikenal sebagai obyek wisata religi.
Peziarah Komplek Makam Keramat Tajug tidak hanya datang dari kawasan Banten dan Jawa Barat tapi juga Sumatera, Jakarta, Sulawesi, dan wilayah lainnya. Persoalannya mungkin beda bila nantinya disyahkan sebagai situs sejarah, bisa jadi yang datang ke sini dari semua kalangan dan tingkat pendidikan, lanjut Muin.
Muin berharap Pemkot memperhatikan situs ini mengingat derasnya pembangunan di Tangerang Selatan yang didominasi pengembang properti papan atas seperti Grup Sinarmas, Sumarecon, Agung Sedayu dan lain-lain. Meski pengembang seperti Sinarmas berjanji tidak akan menyentuh Tajug, kekhawatiran masih membebani para ahli waris.
Kecuali ada kesepakatan tertulis, kata Muin.
Sementara Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Kota Tangerang Selatan yang punya kewenangan tidak memiliki data terkait cagar budaya dan situs sejarah di seluruh wilayah Tangerang. Yang tersedia hanya data hotel, obyek wisata, mal dan restoran. Kota ini baru terbentuk satu tahun. Jangankan data situs, urusan internal kantor saja butuh penanganan serius, ucap Kadispora, Drs H Dadang Raharja, Sabtu lalu.
Kabid Budpar Drs Supryatna MM pun memberikan alasan yang sama. Pihaknya justru meminta peran serta budayawan dan tokoh masyarakat untuk mengggali dan melaporkan data itu.
Dadang berharap para ahli waris Tb Atief bisa sabar sampai usulan agar Keramat Tajug menjadi situs sejarah akan terlaksana. (ck-213). www.goole.com
Ahli Waris Keramat Tajug Minta Perlindungan
Ahli waris Komplek Makam Keramat Tajug, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, mendesak Pemkot agar menjadikannya sebagai situs sejarah.
Bila terlambat diantisipasi, komplek makam itu dikhawatirkan akan terkena pengembangan, seperti terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara baru-baru ini.
Drs H Abdul Muin Basyuni MM Ketua Umum Paguyuban Keluarga Besar Keramat Tajug mengatakan, desakan dari ahli waris dan para peziarah tersebut sudah lama digulirkan. Tetapi pihaknya merasa kesulitan mengingat Kota Tangsel masih dalam masa transisi.
Sebelum adanya pemekaran aspirasi ini sudah kami sampaikan ke Pemkab Tangerang. Namun belum ada tanggapan serius. Sementara pembangunan yang ada di kota ini semakin gencar dan kekhawatiran kian memuncak ketika dua air terjun di Pelayangan juga telah hilang, padahal itu juga merupakan cagar budaya yang diakui Pemkab, kata H Muin, Sabtu (17/4).
Menurut Muin, pengajuan Keramat Tajug sangat beralasan karena di lokasi itu terdapat makam Tb Atief, seorang Panglima Perang Kerajaan Banten pada Pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan segala keterbatasan, Keramat Tajug sudah dikenal sebagai obyek wisata religi.
Peziarah Komplek Makam Keramat Tajug tidak hanya datang dari kawasan Banten dan Jawa Barat tapi juga Sumatera, Jakarta, Sulawesi, dan wilayah lainnya. Persoalannya mungkin beda bila nantinya disyahkan sebagai situs sejarah, bisa jadi yang datang ke sini dari semua kalangan dan tingkat pendidikan, lanjut Muin.
Muin berharap Pemkot memperhatikan situs ini mengingat derasnya pembangunan di Tangerang Selatan yang didominasi pengembang properti papan atas seperti Grup Sinarmas, Sumarecon, Agung Sedayu dan lain-lain. Meski pengembang seperti Sinarmas berjanji tidak akan menyentuh Tajug, kekhawatiran masih membebani para ahli waris.
Kecuali ada kesepakatan tertulis, kata Muin.
Sementara Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Kota Tangerang Selatan yang punya kewenangan tidak memiliki data terkait cagar budaya dan situs sejarah di seluruh wilayah Tangerang. Yang tersedia hanya data hotel, obyek wisata, mal dan restoran. Kota ini baru terbentuk satu tahun. Jangankan data situs, urusan internal kantor saja butuh penanganan serius, ucap Kadispora, Drs H Dadang Raharja, Sabtu lalu.
Kabid Budpar Drs Supryatna MM pun memberikan alasan yang sama. Pihaknya justru meminta peran serta budayawan dan tokoh masyarakat untuk mengggali dan melaporkan data itu.
Dadang berharap para ahli waris Tb Atief bisa sabar sampai usulan agar Keramat Tajug menjadi situs sejarah akan terlaksana. (ck-213). www.goole.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar